Berbicara mengenai hati itu problem berbeda dengan soal matematika.
Mudah saja kamu pecahkan soal matematik sesulit apapun, jika kamu tahu rumusnya.
'kalau begitu temukan rumus soal perasaan!'
Mungkinkah kamu menyahuti pendapatku dengan kalimat seperti itu?
Kurasa, ya..
Mungkin kamu akan berkata seperti itu!
Seandainya saja, aku memiliki rumus itu. Tentu mudah saja bagiku untuk uraikan soal-soal ini.
Soal dengan metode cerita tanpa pendugaan. Yang ada hanya penyesalan. Tentunya di akhir cerita.
Pembicaraan soal hati..
Membuatku pusing dan menangis
Tak kuduga setangguh inikah kekuatan perasaan?
Seolah tak memiliki limit
Seolah tak terhalang
Tapi masihkah ada kawan?
Masihkah rasa percayamu satukan kita?
Masihkah kebersamaan ini ikatkan kita?
Dalam problema hati..
intanpun tercabik
Lalu kawah pergolakan emosi membumbung
Masihkah kita dapat tekan itu semua?
Seakan gempa Tasikmalaya tak pernah terjadi
Seolah Aceh tak pernah tersapu air..
Kawan,
Munkin aq hanya membual tentang cinta
Padahal yang kita tahu, cinta tak pwrnah wujudkan keberadaannya, bukan?
Tapi aku yakin kawan,
Pada nyanyian guru pagi tadi
Pada keketusan tmanmu tadi
Pada lirikan drinya
Pada alunan musisi lampu merah
Pada senyuman pedagang kaki lima
Pada do'a ibu bapak kita..
Pada udara dan seluruh jagad raya milik-Nya..
Adalah sebersit pemikiranku tentang cinta yang sesungguhnya
Mungkin benar, kita adalh penghuni bahtera nuh yg terselamatkan dari air bah, tapi masihkah kita di dalamnya saat persoalan hati ini menjamah kita?
Kuatlah kawanku.
Dedikasimu bukan hanya untuk saat ini.
Ketangguhanmu pun umtuk masa nanti.
Masa saat kamu dan aq tak lg berpkir soal cinta untuk dia yg sia-sia
ayo, semangat!!!
Selasa, Maret 23, 2010
Sedikit Puisi..
Kata-kata adalah cinta
Seperti cahaya rembulan
Kata-kata adalah penderitaan
Seperti gelembung di udara
Jauh di batas waktu
Hangatnya cinta yang ada
Memori masa lalu memudar
Menjadi samar dan terlupakan
Perasaan cinta
Melayang ke angkasa
Melewati awan
Terbang jauh menuju keabadian
Tapi derita masih tersisa
Sepert cahaya bulan
Perlahan akan terhapus
Embun malam
Keinginan cinta
Membuatmu bijaksana
Kebenaran akan dating
Di malam yang tak pasti
Bulan purnama, nyanyian cinta
Akan menuju keabadian..
Dikutip dari: D’angel:rose, Luna Torashyngu
Seperti cahaya rembulan
Kata-kata adalah penderitaan
Seperti gelembung di udara
Jauh di batas waktu
Hangatnya cinta yang ada
Memori masa lalu memudar
Menjadi samar dan terlupakan
Perasaan cinta
Melayang ke angkasa
Melewati awan
Terbang jauh menuju keabadian
Tapi derita masih tersisa
Sepert cahaya bulan
Perlahan akan terhapus
Embun malam
Keinginan cinta
Membuatmu bijaksana
Kebenaran akan dating
Di malam yang tak pasti
Bulan purnama, nyanyian cinta
Akan menuju keabadian..
Dikutip dari: D’angel:rose, Luna Torashyngu
Surat Malcolm X dari Arab Saudi untuk keluarga dan teman-temannya,
Surat Malcolm X dari Arab Saudi untuk keluarga dan teman-temannya,
“Tidak pernah,” tulis Malcolm X, “kujumpai karamahan setulus dan persaudaraan seerat seperti yang kulihat terjalin di antara laki-laki dan permpuan seerat seperti yang kulihat terjalin antara laki-laki dan permpuan dari semua ras di tanah suci ini, tempat lahir Ibrahim, Muhammad, dan para nabi lain pewarta kitab-kitab suci. Tidak pernah aku dihormati sebagaimana di sini. Tidak pernah aku merasa begitu rendah diri sekaligus bermartabat. Amerika perlu memahami Islam, karena ialah satu-satunya agama yang tidak memahami Islam, karena ialah satu-satunya agama yang itdak mengenal rasisme. Haji telah memaksaku untuk meninjau ulang pemikiran-pemikiranku, dan membuang kesi,pulan-kesinpulan yang telah kuambil. Sepanjang sebelas hari yang telah kulewati di sini, di dalam Dunia Muslim, aku makan dari piring yang sama, tidur di atas yang sama (atau karpet yang sama), akuaku menyembah Tuhan yang sama dengan para saudara seagama yang memiliki warna mata yang paling biru, rambut yang paling pirang, dan kulit yang paling putih. Dalam perkataan maupun perbuatan mereka, Muslim kulit “putih” samatulusnya dengan Muslim kulit “hitam” dari Afrika-orang Nigeria, Sudan, dan Ghana. Kami sungguh-sungguh merupakan saudara. Karena keimanan mereka pada satu Tuhan yang sama, mereka menyingkirkan semua pertimbangan ras dari pikiran, perbuatan, dan perilaku mereka. Sembari memperhatikan mereka, aku berpikir apabila orang-orang kulit putih Amerika mengakuai keesaan Tuhan, mereka mungkin bisa mengakui kesatuan manusia, dan berhenti bertikai, mencelakai orang lain, karena alasan warna kulit. Rasisme adalah penyakit kanker bangsa amerika. Orang-orang “Kristen” kulit putih dari bangsa kami seharusnya meninjau solusi Islami terhadap masalah ini; solusi yang telah banyak terbukti berhasil, dan yang mungkin dapat turun tangan dalam waktu yang tepat untuk menyelamatkan Amerika dari sebuah bencana yang semakin dekat. Bencana yang sama telah menimpa Jerman yang rasis dan berakhir dengan menghancurkan rakyat Jerman sendiri..”.
Ia menandatangani suratnya dengan nama Muslimnya: El-Hadj Malik el-Shabaz.
Sekembalinya ke Amerika, Malcolm X berencana untuk mengajukan Amerika Serikat ke pengadilan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena politik rasis, kekerasan, dan segregasionisnya. Dia juga menwarkan diri untuk bergabung dengan Martin Luther King dan dengan para pemimpin sukarelawan, kulit hitam maupun kulit putih, yang ingin memperjuangkan kesetaraan hak-hak sipil. Tetapi pada Minggu 21 Februari 1965, di satu pertemuan di Harlem, dia terhempas oleh 16 peluru revolver. Malcolm X meninggal pada umur 39 tahun.
Di kutip dari:Qu’ Allah benisse la France!, Abd al Malik, Mizan.
“Tidak pernah,” tulis Malcolm X, “kujumpai karamahan setulus dan persaudaraan seerat seperti yang kulihat terjalin di antara laki-laki dan permpuan seerat seperti yang kulihat terjalin antara laki-laki dan permpuan dari semua ras di tanah suci ini, tempat lahir Ibrahim, Muhammad, dan para nabi lain pewarta kitab-kitab suci. Tidak pernah aku dihormati sebagaimana di sini. Tidak pernah aku merasa begitu rendah diri sekaligus bermartabat. Amerika perlu memahami Islam, karena ialah satu-satunya agama yang tidak memahami Islam, karena ialah satu-satunya agama yang itdak mengenal rasisme. Haji telah memaksaku untuk meninjau ulang pemikiran-pemikiranku, dan membuang kesi,pulan-kesinpulan yang telah kuambil. Sepanjang sebelas hari yang telah kulewati di sini, di dalam Dunia Muslim, aku makan dari piring yang sama, tidur di atas yang sama (atau karpet yang sama), akuaku menyembah Tuhan yang sama dengan para saudara seagama yang memiliki warna mata yang paling biru, rambut yang paling pirang, dan kulit yang paling putih. Dalam perkataan maupun perbuatan mereka, Muslim kulit “putih” samatulusnya dengan Muslim kulit “hitam” dari Afrika-orang Nigeria, Sudan, dan Ghana. Kami sungguh-sungguh merupakan saudara. Karena keimanan mereka pada satu Tuhan yang sama, mereka menyingkirkan semua pertimbangan ras dari pikiran, perbuatan, dan perilaku mereka. Sembari memperhatikan mereka, aku berpikir apabila orang-orang kulit putih Amerika mengakuai keesaan Tuhan, mereka mungkin bisa mengakui kesatuan manusia, dan berhenti bertikai, mencelakai orang lain, karena alasan warna kulit. Rasisme adalah penyakit kanker bangsa amerika. Orang-orang “Kristen” kulit putih dari bangsa kami seharusnya meninjau solusi Islami terhadap masalah ini; solusi yang telah banyak terbukti berhasil, dan yang mungkin dapat turun tangan dalam waktu yang tepat untuk menyelamatkan Amerika dari sebuah bencana yang semakin dekat. Bencana yang sama telah menimpa Jerman yang rasis dan berakhir dengan menghancurkan rakyat Jerman sendiri..”.
Ia menandatangani suratnya dengan nama Muslimnya: El-Hadj Malik el-Shabaz.
Sekembalinya ke Amerika, Malcolm X berencana untuk mengajukan Amerika Serikat ke pengadilan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena politik rasis, kekerasan, dan segregasionisnya. Dia juga menwarkan diri untuk bergabung dengan Martin Luther King dan dengan para pemimpin sukarelawan, kulit hitam maupun kulit putih, yang ingin memperjuangkan kesetaraan hak-hak sipil. Tetapi pada Minggu 21 Februari 1965, di satu pertemuan di Harlem, dia terhempas oleh 16 peluru revolver. Malcolm X meninggal pada umur 39 tahun.
Di kutip dari:Qu’ Allah benisse la France!, Abd al Malik, Mizan.
Minggu, Maret 07, 2010
Rabu, Maret 03, 2010
Langganan:
Postingan (Atom)